MODEL PENDIDIKAN "AKTIP"
oleh: Abu Ibad el Jabbar
oleh: Abu Ibad el Jabbar
sejalan dengan proses regenerasi yang terus berjalan maka perputaran kepemimpinan dituntut untuk terus eksis memberikan kontribusinya pada Dunia. tantangan dunia saat ini makin terasa seperti sesuatu yang amat sangat menakutkan, tatkala kita punya generasi kita takut generasi kita menjadi generasi yang tidak memiliki makna, hal serupa timbul karena pemikiran negatif keluar terlebih dulu sebelum faktanya ada, seringkali seorang suami lebih banyak melihat kekurangan istrinya, seorang istri lebih melihat kekurang suaminya, orang tua banyak melihat kekurangan anaknya, seorang anak lebih pandai melihat kekurangan orangtuanya dan lain sebagainya, jadi kapankah kita melihat kelabihan yang ada pada kebaikan istri, suami, anak, orangtua dan orang sekitar kita. hal itu semua bisa berubah wujud menjadi kebaikan manakala diri kita tertarbiyah atau terdidik dengan dasar pendidikan yang utuh, pendidikan yang utuh adalah hasil dari konsef yang tidak memisahkan antara ranah afektif atau keimanan, kognitif atau keilmuan dan ranah psikomotorik atau 'amal sholeh ( afektif, kognitif,psikomotorik) " AKTIP".
bertemunya sekelompok manusia dalam satu tempatmerupakan salah satu ciri khas dari aktivitas pendidikan, baik dalam ruangan maupun di alam terbuka. dalam kelompok tersebut ada pendidik, ada peserta didik, ada metode, ada kurikulum dan sarana prasarana lainnya yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar tersebut. murid merupakan objek yang sering sekali dijadikan sasaran pendidikan, sehingga pendidik atau guru merasa sebagai manusia yang sudah dewasa dan memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan pendidikan sesuai dengan keinginannya, akibat dari paradigma seperti itu maka munculah kelas atau nuansa pendidikan yang jenuh dan menakutkan, para murid merasa takutketika gurunya datang untuk mengajar, sehingga belajarpun mau tidak mau harus diikuti dan diterima sampai guru tersebut selesai mengisi jam pelajarannya, tidak sedikit suasana pembelajaran seperti ini, guru sudah tidak mau lagi belajar pada murid, padahal pendidik itu harusnya mau menjadi peserta didik dalam artian belajar bagaimana memahami situasi dan kondisi anak didiknya, sehingga metode mengajarnya tepat sasaran sesuai dengan kemampuan para muridnya. sebagai seorang guru, baik di KOBER, PAUD, TK dan jenjang berikutnya guru harus bisa bersikap mengayomi bagaimana usia ank didiknya yang penuh minat bakat dan pencarian jati diri mereka.
guru merupakan figur, ia adalah pendidik sekaligus peserta didik, ia ahli dikelas dan diluar kelas juga ia adalah manusia serba bisa yang profesional dan proporsional, namun dunia pendidikan sering mendapatkan tamparan keras dari masyarakat yang peduli dunia pendidikan, sering adanya ringan tangan pendidik pada peserta didik, pendidik pada pendidik, peserta didik pada pendidik atau peserta didik pada peserta didik, penyebabnya tiada lain adalah adanya kerja dan belajar yang setengah hati. salah satu solusinya adalah, terimalah bahwa kita adalah manusia unik yang memerlukan perjuangan dalam menerima kenyataan hidu, jikalah profesi guru atau apapun profesi kita maka itu adalah kesempatan kita untuk bercocok tanam guna mendapatkan hasil baik didunia maupun kelak di akherat tentunya dengan hasil yang memuaskan.
bertemunya sekelompok manusia dalam satu tempatmerupakan salah satu ciri khas dari aktivitas pendidikan, baik dalam ruangan maupun di alam terbuka. dalam kelompok tersebut ada pendidik, ada peserta didik, ada metode, ada kurikulum dan sarana prasarana lainnya yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar tersebut. murid merupakan objek yang sering sekali dijadikan sasaran pendidikan, sehingga pendidik atau guru merasa sebagai manusia yang sudah dewasa dan memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan pendidikan sesuai dengan keinginannya, akibat dari paradigma seperti itu maka munculah kelas atau nuansa pendidikan yang jenuh dan menakutkan, para murid merasa takutketika gurunya datang untuk mengajar, sehingga belajarpun mau tidak mau harus diikuti dan diterima sampai guru tersebut selesai mengisi jam pelajarannya, tidak sedikit suasana pembelajaran seperti ini, guru sudah tidak mau lagi belajar pada murid, padahal pendidik itu harusnya mau menjadi peserta didik dalam artian belajar bagaimana memahami situasi dan kondisi anak didiknya, sehingga metode mengajarnya tepat sasaran sesuai dengan kemampuan para muridnya. sebagai seorang guru, baik di KOBER, PAUD, TK dan jenjang berikutnya guru harus bisa bersikap mengayomi bagaimana usia ank didiknya yang penuh minat bakat dan pencarian jati diri mereka.
guru merupakan figur, ia adalah pendidik sekaligus peserta didik, ia ahli dikelas dan diluar kelas juga ia adalah manusia serba bisa yang profesional dan proporsional, namun dunia pendidikan sering mendapatkan tamparan keras dari masyarakat yang peduli dunia pendidikan, sering adanya ringan tangan pendidik pada peserta didik, pendidik pada pendidik, peserta didik pada pendidik atau peserta didik pada peserta didik, penyebabnya tiada lain adalah adanya kerja dan belajar yang setengah hati. salah satu solusinya adalah, terimalah bahwa kita adalah manusia unik yang memerlukan perjuangan dalam menerima kenyataan hidu, jikalah profesi guru atau apapun profesi kita maka itu adalah kesempatan kita untuk bercocok tanam guna mendapatkan hasil baik didunia maupun kelak di akherat tentunya dengan hasil yang memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tafadhlol akhi...ukti...silahkan...BTS ( Bebas Tapi Sopan )