Rekaman peristiwa itu masih tersimpan dalam lembar jiwa raga ini....
sekitar tahun 1995 usiaku menginjak sekolah dasar kelas 3...
aku bahagia...aku punya mimpi...aku punya harapan...
bundaku waktu itu melahirkan adik perempuanku yang lalu diberi nama siti sa'diyah...
namun...beberapa hari adikku menangis dan menangis tiada henti...
bunda yandapun memanggil bidan desa waktu itu...
setelah diperiksa ternya adikku Allah berikan ujian...ia tak memiliki lubang untuk mengeluarkan kotorannya...
dan atas rekomendasi bidan desa tersebut menganjurkan tuk dibawa kedokter ahli...
bergegas kami berangkat menuju dokter ahli yang membuka praktek di desa tetangga...
sesampai disana...sang dokter berkata...bisa anak ini memiliki anus...
namun harus dioperasi...dengan biaya sekian juta...
mendengar jumlah jutaan...kami kaget juga...
jangankan hitungan juta...ribuan bahkan puluhan rupiahpun tak kami miliki...
rumah kami yang terbuat dari kertas semen, bilik bambu dan batako ( bata mentah ) disusun...
tanpa di poles semen dan pasir...sebagai perekatnya adukan tanah liat.. membentuk bangunan...
sebagai tempat kami berteduh dan meraih mimpi...
tiba-tiba sang dokter menawarkan opsi lain...katanya...
kalau bapak/ibu tidak punya uang tak mengapa..anak ini anusnya akan dioperasi...
namun bapak dan ibu tidak boleh membawa pulang anak ini..
anak ini menjadi milik saya selamany..kata sang dokter...
mendengar kata itu sang bunda menangis dan hampir tak sadarkan diri...
serentak sang kakak memapah dan berusaha menenangkan bunda...
aku yang masih duduk dibangku kelas 3 SD hanya bisa ikut menangis di samping bunda yang terus menangis
terlihat ayah menghampiri dan berkata pada sang dokter...
ma'af buk dokter...walau kami tak mampu membiayai operasi anak kami...
bukan berarti kami tak mau mengusahakannya...kami sudah berusaha sejak tahu anak kami harus dioperasi
namun jika ini yang ibu tawarkan...kami akan pulang kembali beserta seluruh anak-anak dan isteriku...
dokterpun menyerahkan adikku kepangkuan ayah...
selama diperjalanan menuju rumah kami...tak setetespun air mata ini berhenti membasahi pipi kami....
kami terima suratan takdir ini...kami berusaha mengobati adikku dengan obat kampung...
dan...dan...dan...
sembilan hari dari kelahiran adikku..tangisan bunda dan keluarga bertambah memilukan...
innalilllah...adikku berpulang ke pangkuan Allah sang pemberi keputusan...
dik...selamat jalan...ma'af kakak tak bisa membantu biayai operasi adik...
bukan kami tak mau...kami sudah berusaha...
smoga adik ada dalam tempat yang Alllah berikan sebaik-baiknya tempat...Aamiin.
sekitar tahun 1995 usiaku menginjak sekolah dasar kelas 3...
aku bahagia...aku punya mimpi...aku punya harapan...
bundaku waktu itu melahirkan adik perempuanku yang lalu diberi nama siti sa'diyah...
namun...beberapa hari adikku menangis dan menangis tiada henti...
bunda yandapun memanggil bidan desa waktu itu...
setelah diperiksa ternya adikku Allah berikan ujian...ia tak memiliki lubang untuk mengeluarkan kotorannya...
dan atas rekomendasi bidan desa tersebut menganjurkan tuk dibawa kedokter ahli...
bergegas kami berangkat menuju dokter ahli yang membuka praktek di desa tetangga...
sesampai disana...sang dokter berkata...bisa anak ini memiliki anus...
namun harus dioperasi...dengan biaya sekian juta...
mendengar jumlah jutaan...kami kaget juga...
jangankan hitungan juta...ribuan bahkan puluhan rupiahpun tak kami miliki...
rumah kami yang terbuat dari kertas semen, bilik bambu dan batako ( bata mentah ) disusun...
tanpa di poles semen dan pasir...sebagai perekatnya adukan tanah liat.. membentuk bangunan...
sebagai tempat kami berteduh dan meraih mimpi...
tiba-tiba sang dokter menawarkan opsi lain...katanya...
kalau bapak/ibu tidak punya uang tak mengapa..anak ini anusnya akan dioperasi...
namun bapak dan ibu tidak boleh membawa pulang anak ini..
anak ini menjadi milik saya selamany..kata sang dokter...
mendengar kata itu sang bunda menangis dan hampir tak sadarkan diri...
serentak sang kakak memapah dan berusaha menenangkan bunda...
aku yang masih duduk dibangku kelas 3 SD hanya bisa ikut menangis di samping bunda yang terus menangis
terlihat ayah menghampiri dan berkata pada sang dokter...
ma'af buk dokter...walau kami tak mampu membiayai operasi anak kami...
bukan berarti kami tak mau mengusahakannya...kami sudah berusaha sejak tahu anak kami harus dioperasi
namun jika ini yang ibu tawarkan...kami akan pulang kembali beserta seluruh anak-anak dan isteriku...
dokterpun menyerahkan adikku kepangkuan ayah...
selama diperjalanan menuju rumah kami...tak setetespun air mata ini berhenti membasahi pipi kami....
kami terima suratan takdir ini...kami berusaha mengobati adikku dengan obat kampung...
dan...dan...dan...
sembilan hari dari kelahiran adikku..tangisan bunda dan keluarga bertambah memilukan...
innalilllah...adikku berpulang ke pangkuan Allah sang pemberi keputusan...
dik...selamat jalan...ma'af kakak tak bisa membantu biayai operasi adik...
bukan kami tak mau...kami sudah berusaha...
smoga adik ada dalam tempat yang Alllah berikan sebaik-baiknya tempat...Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tafadhlol akhi...ukti...silahkan...BTS ( Bebas Tapi Sopan )